10 April 2013

Surat Kecil Dari Nur Cahya


Hai Tuhan, perkenalkan. Aku Nur Cahya Ariani. Aku hanya ingin menuliskan surat kecil untuk-Mu, karena dengan Engkau-lah aku dapat bercakap sesuka hatiku, dan disaat kapan-pun aku mau. Aku berharap, Engkau bisa membaca surat yang berisikan tentang diriku, dan mengerti apa yang sedang aku rasakan…

Tuhan, jika boleh kutanya, apakah kamu selalu melihatku? Dimana-pun aku berada? Dan kapan-pun aku singgah? Tak perlu Engkau jawab, aku percaya pasti Engkau melihatku—segelintir hamba-Mu yang berada diantara jutaan umat mahkluk ciptaan-Mu lainnya. Dan aku percaya, penglihatan-Mu pasti tak akan lengah untuk melihatku.

Tuhan, aku hanya ingin bercerita kepada-Mu. Mungkin hanya Kamu yang bisa mengerti perasaanku saat ini, untuk itulah aku mau Tuhan bisa memberi jawaban dari segala apa yang aku rasakan, dan memberi solusi apa yang harus aku lakukan.

Kulihat, mereka bercanda bersama, menampakan senyum, begitu juga menggelakkan tawa. Saling menyapa dan disapa. Saling bekerja sama dalam suasana suka maupun duka. Setiap kali kulihat, matanya berbinar, terhias senyum simpul yang mereka ukirkan. Bersama.

Dan aku, duduk terdiam manis disini. Disini dan selalu disini. Tak menggerakkan kaki untuk menghampiri mereka, dan tak membuka mulut untuk menyapa mereka. Karena aku sudah menyadari, aku tersingkirkan dari mereka. Tuhan, kenapa harus aku? Kenapa ini yang harus aku dapatkan dari seperampat hidupku? Apa yang salah dari keadaanku sehingga mereka tak pernah menganggap keberadaanku? Aku bosan, jika aku harus menguunci rapat-rapat mulutku. Aku lelah, jika harus duduk diam terpaku tanpa merasakan kebersamaan bersama mereka. Aku hanya ingin menjadi salah satu diantara mereka, dianggap dan diakui bahwa aku ada diantara mereka..

Setiap kali, aku selalu berangan-angan. Kapan aku duduk manis dan membicarakan hal tak penting bersama mereka. Lain lagi, kapan aku bisa bernyanyi-nyanyi setiap jam pelajaran tak mengisi kelas kami. Hal lain, kapan aku bisa mendengarkan curhat-curhatan dari mereka. Dan, kapan angan-angan yang berawal “kapan” bisa terwujudkan?

Tuhan, aku tak tahu cara yang harus aku lakukan. Aku enggan, jika terang-terangan aku mengucapkan kepada mereka bahwa aku ingin seperti mereka. Karena aku mau, mereka yang menghapmiriku, dan mengatakan “ayo gabung bersama kita”. Iya, kata kita. Dimana kata yang secara tidak langsung menyatakan bahwa aku didalam dan diantara dekapan mereka. Tetapi, kapan? Aku lelah berandai-andai jika nyatanya aku sudah tak dianggap oleh mereka. Dan kenyataannya memang sulit terjadi, jika tiba-tiba mereka menghampiriku dan mengajak bercanda bersama disaat waktu yang tak kuduga. Untuk itu, bagaimana aku bisa menyebut bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah?

Tuhan, hanya itu yang dapat aku ceritakan. Semoga dengan apapun cara-Mu, Engkau bisa menyadarkan mereka bahwa aku ingin kebersamaan, dan keberadaanku dianggap. Dengan surat ini kutuliskan, dan semua perasaan kutitipkan. Tuhan, kumohon kabulkan…


-(mungkin)denganhati-
NurCahyaAriani